Arsip | November, 2012

PROPOSAL SKRIPSI EFEKTIVITAS PEMBERIAN PENGUATAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI MTs PONDOK PESANTREN DARUL HIKMAH SONCOLELA KOTA BIMA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

25 Nov

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh kiat masing-masing guru di kelas. Dalam pandangan psikologi belajar, keberhasilan belajar itu lebih banyak ditentukan oleh tenaga pengajarnya. Hal ini disebabkan tenaga pengajar selain sebagai orang yang berperan sebagai transformasi pengetahuan dan ketrampilan, juga memandu segenap proses pembelajaran. Agar dapat mencapai tujuan dalam pembelajaran, seorang guru harus memiliki kompetensi untuk menunjang pencapaian tujuan tersebut. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah ketrampilan memberi penguatan (Djamarah, 2000: 99). Sehingga dapat memotivasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Penguatan merupakan cara yang digunakan oleh seorang pengajar/pendidik dalarn kegiatan belajar dan merealisasikan pada penguatan dalam belajar.
Tentang penguatan ini seorang ahli mengatakan bahwa “Penguatan adalah segala bentuk respon apakah bersifat verbal ataupun non verbal yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan batik (feed back) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya, sebagai satu tindakan dorongan atau pengoreksi, atau penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali hati siswa agar mereka legih giat berpartisipasi dalam interaksi belajar mengajar (Osman, 1998: 80-81).
Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang memberikan pelajaran dan siswa adalah orang yang menerima pelajaran. Dalam penyampaian materi pelajaran, guru seringkali mendapatkan kendala-kendala terutama kendala dari siswa itu sendiri. Kendala-kendala itu merupakan suatu masalah yang harus dipecahkan. Permasalahan yang harus dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar itu disebabkan antara masing-masing siswa memiliki perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh aspek intelektual, psikologis dan biologic yang menyebabkan tingkah laku yang bervariasi antara yang satu dengan yang lainnya (Djamarah. Dkk., 1996: 1). Sedangkan Davies (1987: 32) mengatakan bahwa “Kondisi seperti ini juga banyak menimbulkan persoalan dalam penggunaan penguatan, baik itu penguatan verbal maupun non verbal. Guru harus pandai-pandai menerapkan kompetensi ini agar dapat memotivasi siswa dan tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar dan salah. Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar Jar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement).
Dalam suatu pembelajaran, siswa yang memiliki perbuatan baik, seperti tingkah laku maupun prestasi, harus diberikan penghargaan atau pujian. Diharapkan dengan penghargaan atau pujian itu siswa akan termotivasi berusaha berbuat yang lebih baik lagi. Misalnya guru tersenyum atau mengucapkan kata “bagus” kepada siswa yang berpakaian rapi, siswa yang dapat menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik dan benar. Siswa akan merasa puas dengan hasil yang telah dicapai bahkan akan berusaha berbuat yang lebih baik lagi. Dalam kegiatan belajar mengajar, pemberian penguatan sangat penting dalam meningkatkan keefektifan kegiatan pembelajaran. Pemberian respon positif guru kepada siswa yang berperilaku memuaskan membuat siswa senang karena merasa mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan siswa-siswa yang lain. Mengingat betapa pentingnya pemberian penguatan dalam proses belajar mengajar, sebaiknya para guru khususnya guru ekonomi melatih diri secara teratur dan terarah dalam penggunaan keterampilan penguatan sehingga dapat diterapkan dalam pengajaran.
Dari hasil observasi awal menunjukkan bahwa pemberian penguatan memang perlu diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar, terutama kepada siswa yang bertingkah laku kurang baik dan kurang berprestasi dengan memberikan dorongan dan nasehat agar siswa tersebut dapat merubah tingkah lakunya dan dapat berbuat lebih baik lagi. Sebaliknya, yang memiliki kelebihan dibandingkan siswa yang lain juga perlu diberikan penguatan agar perilakunya berulang k-embali bahkan bila perlu dapat meningkat. Tetapi, diakui memang bahwa pemberian penguatan, dengan kalimat dan kata-kata lebih sering digunakan dibandingkan dengan melakukan sentuhan. Walaupun demikian, siswa tetap merasa diperhatikan dan termotivasi.
Termotivasinya siswa dalam belajar akan memudahkan seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Berhasilnya proses belajar mengajar akan menunjang keberhasilan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Maka disinilah tugas guru sebagai pendidik untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu dengan memberikan rangsangan berupa penghargaan atau pujian sehingga siswa bisa menyelesaikan pelajaran khususnya Mata Pelajaran Ekonomi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah adalah sejauhmanakah efektivitas pemberian penguatan terhadap motivasi belajar siswa kelas VIII di Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima Tahun 2010/2011?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui efektivitas pemberian penguatan terhadap motivasi belajar siswa kelas VIII di Pondok Pesantren Darul Hikmah Sonco Lela Kota Bima Tahun 2010/2011.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama pentingnya pemberian penguatan terhadap, motivasi belajar siswa.
b. Dapat menambah wawasan peneliti sendiri dan sebagai bahan informasi bagi peneliti lainnya yang ingin memperluas wawasan keilmuannya.
2. Kegunaan Praktis
a. Dapat berguna bagi para guru dalam memberikan penguatan dan dapat dijadikan dorongan bagi siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya.
b. Sebagai pedoman bagi guru supaya dapat memberikan penguatan terhadap siswa mereka dalam mempelajari pelajaran ekonomi.
E. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian adalah ada pengaruh efektivitas pemberian penguatan terhadap motivasi belajar siswa kelas VIII di Pondok Pesantren Darul Hikmah Sonco Lela Kota Bima Tahun 2010/2011.
F. Ruang Lingkup Penelitian
1. Variabel penelitian
a. Efektifitas pemberian penguatan (x)
b. Motivasi belajar siswa (y)
2. Subyek penelitian
Adapun yang menjadi subyek penelitian ini yaitu siswa kelas VIII pada MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima tahun pelajaran 2010/2011.

3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian adalah di Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima
4. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan.
G. Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan arti atau makna dari istilah yang digunakan dalam proposal penelitian ini, maka dipandang perlu penjelasan istilah-istilah yang dianggap penting agar tidak menimbulkan salah pengertian. Adapun istilah yang dipandang perlu dijelaskan adalah :
1. Pengertian efektivitas pemberian penguatan
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya), manjur, mujarab (Purwadarminta, 1986: 226). Dalam Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum dijelaskan kata efektif tepat pada sasaran yang dikehendaki, sedangkan efektivitas berarti suatu tahapan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan.
Penguatan (Reinforcement)
Pengertian Penguatan adalah tingkah laku guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.
Kalau ditelaah pengertian penguatan di atas, maka dapat dikatakan bahwa penguatan baik yang berupa pujian, dorongan ataupun penghargaan untuk mengontrol dan memotivasi tingkah laku siswa dalam proses belajar mengajar.
2. Motivasi belajar
Istilah motivasi berasal dari kata motif yaitu daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Belajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar, untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.
Jadi motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar dapat tercapai.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Efektifitas
1. Pengertian Efektifitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada efekn-,a (pengaruhnya, akibatnya, kesannya), manjur, mujarab (Purwadarminta. 1986: 226). Dalam Kamus Pendidikan Pengajaran dan Umum dijelaskan kata efektif tepat pada sasaran yang dikehendaki, sedangkan efektivitas berarti suatu tahapan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan (Sulaiman, dkk., 1994: 6).
2. Cara Mengukur Efektifitas
Efektivitas merupakan ketepatgunaan atau hasil guna dari suatu cara, atau usaha yang telah dilakukan. Efektivitas bisa juga disebut sebagai keberhasilan atau pencapaian tujuan dari apa yang telah kita lakukan.
Ukuran efektivitas sangat bervariasi. Menurut Fatah (2004:24) mengemukakan bahwa ada tiga macam variasi ukuran efektivitas, yaitu
1) Produktivitas (hasil), misalnya berapa banyak mobil yang telah dirakit.
2) Derajat kepuasan, misalnya banyaknya pesta yang sukses yang telah dilaksanakan.
3) Intensitas emosi, misalnya perasaan rasa puas dalam hal memiliki.

B. Tinjauan tentang penguatan
1. Pengertian penguatan
Penguatan adalah tingkah laku guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali (Hasibuan, 1985 : 58).
Kalau ditelaah pengertian penguatan di atas, maka dapat dikatakan bahwa penguatan baik yang berupa pujian, dorongan ataupun penghargaan untuk mengontrol dan memotivasi tingkah laku siswa dalam proses belajar mengajar.
Jadi yang dimaksud dengan penguatan dalam hal ini adalah usaha guru untuk terulang kembali perilaku yang telah dilakukan, yang berupa pujian, dorongan ataupun penghargaan sehingga terjadi suatu proses belajar mengajar.
2. Komponen penguatan
Dalam memberikan penguatan diperlukan penggunaan komponen keterampilan yang tepat. Komponen tersebut yaitu 1) Penguatan Verbal
Penguatan verbal adalah penguatan yang diberikan berupa kata¬kata atau kalimat pujian yang diucapkan guru untuk tingkah laku siswa. Ucapan tersebut dapat berupa kata-kata; bagus, baik, betul, tepat dan lain-lain. Dapat juga berupa kalimat, misalnya pekerjaanmu bagus sekali.
3. Prinsip pemberian penguatan
Agar penguatan yang diberikan oleh guru dapat berfungsi secara efektif, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian penguatan sebagai berikut :
1) Kehangatan dan Keantusiasan
Kehangatan dan keantusiasan guru dalam pemberian penguatan kepada siswa memiliki aspek penting terhadap tingkahlaku dan hasil belajar siswa. Kehangatan dan keantusiasan ini dapat ditunukkan dengan berbagai cara.
2) Hindari Penggunaan Penguatan Negatif
Banyaknya akibat yang muncul yang tidak dikehendaki sehingga penggunaan penguatan ini sebaiknya dihindari, walaupun sebenarnya pemberian kritik atau hukuman adalah efektif untuk mengubah motivasi, penampilan, dan tingkah laku siswa. Akibat yang dimaksud, seperti siswa menjadi frustasi dan peristiwa akan terulang kembali. Kata kasar, cercaan, hukuman atau ejekan dari guru merupakan senjata ampuh untuk menghancurkan iklim kelas yang kondusif maupun kepribadian siswa sendiri. Oleh karma itu itu hendaknya menghindari segala jenis respon negatif tersebut (Winaputra, 2003 : 734).
3) Penggunaan Bervariasi
Dalam memberikan penguatan, sebaiknya diberikan secara bervariasi baik komponennya maupun caranya dan dierikan secara hangat dan antusias. Penggunaan cara dan jenis komponen yang sama dikhawatirkan akan mengurangi efektivitas pemberian penguatan.
4) Kebermaknaan
Dalam memberikan penguatan, haruslah bermakna bagi siswa, artinya siswa memang merasa terdorong untuk meningkatkan penampilannya. Perlu diperhatikan juga situasi di mana siswa mengetahui adanya hubungan antara pemberian penguatan terhadap tingkah lakunya dan melihat bahwa itu sangat bennanfaat.
4. Tujuan pemberian penguatan
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi yang usaha belajar selanjutnya.
Adapun tujuan pemberian penguatan di dalam kelas adalah
1) Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan digunakan secara selektif.
2) Memberi motivasi kepada siswa.
3) Dipakai untuk mengontrol atau mengubah tingkahlaku siswa yang mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif.
4) Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman belajar.
5) Mengarahkan terhadap pengembangan berpikir yang berbeda dan pengambilan inisiatif yang bebas.
5. Tehnik-tehnik penguatan
Teknik-teknik dalam pemberian penguatan adalah sebagai berikut :
1) Penguatan Secara Kelompok
Pemberian penguatan kepada seluruh anggota kelompok dalam kelas dapat dilakukan secara terus menerus seperti halnya pada pemberian penguatan untuk individu. Penguatan verbal, gestural, tanda dan penguatan kegiatan adalah merupakan komponen penguatan yang dapat diperuntukkan pada seluruh anggota kelompok.
2) Penguatan yang Ditunda
Penundaan penguatan pada umumnya adalah kurang efektif bila dibandingkan dengan pemberian secara langsung. Pemberian penguatan dengan menggunakan komponen yang manapun. sebaiknya segera diberikan kepada siswa setelah melakukan suatu respon.
3) Penguatan Partial
Penguatan partial sama dengan penguatan sebagian-sebagian atau tidak berkesinambungan, diberi kepada siswa untuk sebagian dari responnya. Sebenarnya penguatan ini digunakan untuk menghindari penggunaan penguatan negatif dan pemberian kritik.
4) Penguatan Perorangan
Penguatan perorangan merupakan pemberian penguatan secara khusus, misalnya menyebut kemampuan, penampilan. dan nama siswa yang bersangkutan adalah lebih efektif dari pada tidak menyebutkan apa-apa.
C. Tinjauan tentang motivasi belajar
1. Pengertian motivasi belajar
Istilah motivasi awalnya berasal dari kata motif, yaitu “daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu atau motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif diartikan sebagai suatu kondisi intern (Sardiman, 2001 : 71).
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
Sesuai dengan pembahasan motivasi belajar siswa. menurut Dimyati dan Mujiono mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa terdiri dari
1) Cita-cita atau Aspirasi Siswa
Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan, dan nilainilai kehidupan. Cita-cita siswa untuk menjadi “seseorang” akan memperkuat semangatnya untuk belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian menjadi “seseorang” akan memperkuat semangatnya untuk belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh perkembangan kepribadian.
2) Kemampuan Siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas dan perkembangan (Monks, 1989; Gunarsa, 1990 :40).
2) Kondisi siswa
Kondisi jasmani dan rohani siswa berpengaruh pada motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar. atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya siswa yang sehat, kenyang, dan gembira akan mudah memusatkan perhatiannya.

3) Kondisi lingkungan siswa
Sebagai anggota masyarakat, maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Oleh karena itu kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib dan indah, maka, semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.
4) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Adanya perasaan, perhatian, kemauan, ingatan. dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup, lingkungan
3. Bentuk-bentuk motivasi belajar
Guru hendaknya mengetahui tentang bentuk-bentuk atau hal-hal yang merangsang atau mendorong siswa untuk belajar. Terkait dengan hal tersebut, menurut ahli mengatakan bahwa ada beberapa bentuk motivasi belajar, antara lain : Memberi angka, Hadiah, Pujian, Gerakan tubuh, Memberi tugas, Memberi Mangan, Hukuman (Djamarah dan Zain, 1996: 168-177).
4. Sifat-sifat dan jenis motivasi belajar
Karena motivasi merupakan suatu perubahan yang ada pada diri siswa, maka ada beberapa sifat motivasi, antara lain :
1) Kekuatan suatu motif : Suatu motif yang kuat tidak tentu berlangsunng lama. Sedangkan motif yang lama tidak tentu kuat. Suatu motif yang lama berlangsung dapat menjadi motif yang mendalam. sehingga menguasai dan memberi arah

2) Motif yang berubah-ubah : Motif kadang-kadang menjadi tujuan, tetapi kalau sudah tercapai lalu berubah menjadi jalan ke tujuan rang lain
3) Motivasi asli dan motivasi yang didapat : Motivasi asli adalah motif-motif yang ditentukan secara struktural, sosial dan alamiah. Motif ini umum sifatnya pada manusia. Motif-motif yang alamiah dapat menjadi dasar motivasi yang diperlukan dalam belajar.
D. Efektifitas pemberian penguatan terhadap motivasi belajar
Jika dilihat dari pengertian efektivitas, yaitu cara yang dipergunakan oleh guru dalam waktu yang singkat untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami pelajaran sehingga dapat memberikan hasil yang memuaskan, maka dengan pemberian penguatan oleh guru kepada siswa di dalam kelas diharapkan akan membangkitkan motivasi belajar siswa di dalam menerima pelajaran. Siswa yang mendapat pemberian penguatan akan merasa bahwa dirinya mempunyai nilai lebih di mata guru dibanding dengan siswa-siswa yang lain.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu obyek. Suatu set pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang, yang bertujuan untuk membuat suatu deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki (Moh. Nazer, 1986:62).
Setiap penelitian akan memerlukan suatu pendekatan atau desain, yang menunjukkan cara mengumpulkan dan menganalisa data, agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta serasi dengan tujuan penelitian.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif, karena data yang akan diperoleh di lapangan lebih banyak bersifat informasi dan keterangan, bukan dalam bentuk simbol atau angka.
Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik yang berarti menggambarkan konsep keseluruhan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian naturalistik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak berubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan (Nawawi, 1994 : 174).
Adapun pendapat yang lain mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2006: 6).
Dengan demikian dalam menggunakan metode yang bersifat kualitatif, peneliti hanya mengharapkan apa adanya dari ucapan atau tulisan dari perilaku orang-orang atau subyek yang diteliti.
Dalam memaparkan data dari temuan serta dalam membahas skripsi ini, penulis mengemukakannya secara deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata semua data yang diperoleh serta diuraikan secara alamiyah (apa adanya). Demikian juga analisanya menggunakan analisis data secara induktif Sedangkan dalam proses pengumpulan data peneliti Lebih banyak berhubungan dengan responden.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002:108), yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs pada Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau mewakili populasi yang diteliti dengan maksud untuk menggeneralisasikan hasil dari penelitian. Sampel digunakan karena adanya keterbatasan waktu dan tenaga sehingga tidak memungkinkan semua populasi dijadikan sumber data. Sampel yang diambil ini diharapkan benar-benar dapat mewakili sifat populasi yang ada.
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data suatu penelitian biasanya menggunakan beberapa metode dalam mendapatkan data-data yang valid dan refresentatif.
Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Metode Observasi
“Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak terhadap obyek penelitian. Pengamatan tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung” (Margono, 2003: 158). Sedangkan Achmadi berpendapat bahwa “Observasi atau pengamatan adalah alai pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki” (Achmadi, 2002: 70).
Teknik observasi yang digunakan peneliti adalah teknik non partisipan. Di mana peneliti tidak terlibat langsung dalam kehidupan obyek penelitian, tetapi mengamati dan mencari data terhadap obyek penelitian dan tidak meleburkan dalam arti yang sesungguhnya. Akan tetapi peneliti melakukan observasi guna mengetahui hal-hal yang, terkait dengan bentuk-bentuk pemberian penguatan yang diberikan guru ekonomi di MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima dan efektivitas pemberian penguatan dalam memotivasi belajar siswa kelas II pada mata pelajaran IPS Terpadu di MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima.
2. Metode Wawancara
Metode wawancara adalah “Percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara, (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006: 186).
Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Gubah (1985: 266), antara lain: mengkonstruksi mengenal orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan: merekomendasi kebulatan-kebulatan demikian sebagaimana yang dialami pada masa lalu, memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagaimana yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, memprevikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, balk manusia maupun bukan manusia (triangulasi), dan memprevikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota (Moleong, 2006: 186).
Pendapat lain mengatakan bahwa “Interview sebagai suatu proses tanya jawab lisan di mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri suaranya” (Nadi, 1996: 192).

Sehubungan dengan pendapat di atas, wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin, pewawancara hanya membuat pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti. Maka dalam hal ini peneliti menggunakan metode ini dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan informan (subyek penelitian) yaitu guru ekonomi dan siswa kelas II MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima untuk mendapatkan data yang ada hubungannya degan fokus penelitian, yaitu mengenal efektivitas pemberian penguatan dalam memotivasi belajar siswa kelas II pada mata pelajaran IPS Terpadu di MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima.
3. Metode Dokumentasi
Yang dimaksud dengan metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, transkrip buku, surat kabar, majalas, prasasti, notulen, rapat agenda dan sebagainya” (Arikunto, 1993:202). Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data dapat digunakan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan data yang didapatkan.
Dengan metode dokumentasi ini, penulis bermaksud untuk memperoleh data tertulis yang dapat memberi keterangan yang penulis butuhkan, yaitu data tentang sejarah berdirinya MTs, keadaan Siswa, keadaan Guru MTs dan struktur organisasi MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu dalam upaya pengumpulan data peneliti. Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomenn yang diselidiki.
2. Tes
Instrumen berupa tes yaitu serentatan pertanyaan dan tugas yang digunakan untuk mengumpulkan data
3. Catatan Dokumentasi
Instrumen ini dipergunakan untuk melakukan pencatatan tentang siswa atau identitas siswa sebagai peneliti yaitu didapat dari absensi siswa.
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah atau tahap dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini ada beberapa tahap yang harus peneliti lalui yaitu :
1. Tahap persiapan
a. Peneliti mengajukan judul skripsi kepada ketua program studi pendidikan ekonomi pada STKIP Bima
b. Peneliti mengadakan seminar proposal skripsi dengan judul yang telah diajukan
c. Peneliti mengurus surat ijin penelitian yang akan diajukan kepada kepala MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes dan dokumentasi
b. Mengidentifikasi dari metode penelitian di atas secara sistematis
c. Pengelolaan data
d. Menganalisa data
F. Analisa Data
Setelah data terkumpul dari hasil penelitian dilapangan, maka proses selanjutnya adalah maenganalisis data-data yang sudah terkumpul tersebut. “Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurus data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapatditentukan terra dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data” (Moleong, 2000:103)
Adapun rumus yang digunakan untuk menganalisis data adalah rumus uji tes (t-tes) yaitu rumus yang digunakan untuk menghitung pengaruh treatmen suatu kelompok :
t =
Keterangan :
t = Koefesien t
N = Banyaknya subyek
M = Nilai rata-rata hasil perkelompok
X = Deviasi seetiap nilai X2 dan X1
Y = Deviasi setiap nilai Y2 dan Y1
(Arikunto, 1997 :306)
Prosedur pengujian hipotesis nol :
Jika to ≥ tt, maka Ho ditolak dan Ha diterima
Jika to ≤ tt, maka Ho ditolak dan Ha ditolak
Pada taraf signifikansi 1% dan 5% dengan menggunakan kurva satu ekor

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 1998. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Davis, Ivor K, 1987. Pengelolaan Pengajaran, Rajawali Pers, Jakarta.

Djamarah, 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Hadi, Sutrisno, 1982. Metode Research, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Hasibuan dan Moedjiono, 1985. Proses Belajar Mengajar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Moleong, J. Lexi, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.

Rohani, Ahmad, HM dan Ahmadi, 1991. Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Teknik Konseling Rational Emotiv Terapi

25 Nov

1. Pandangan Hakekat Manusia Menurut Teori Rasional Emotive Terapi
Albert Ellis dalam Rosjidan (1994) merumuskan siapa manusia itu, dalam hal ini ada delapan hal pokok, yang secara ringkas dikemukakan sebagai berikut:
a. Manusia adalah makhluk yang berpotensi.
Ellis dalam Rosjidan (1994) berpendapat bahwa, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang potensial. Sebagai makhluk yang berpotensi, manusia memiliki dua kekuatan yaitu pola pikir rasional dan irasional. Tendensi kemanusiaan pada prinsipnya berasal dari dua kekuatan tersebut, seperti tendensi kehidupan manusia berupa kebahagiaan, kesejahteraan, pemeliharaan diri (self-preservation), kasih sayang, pikiran, verbalisasi, hubungan baik dengan orang lain, pertumbuhan dan perkembangan, serta aktualisasi diri, secara esensial bersumber pada potensi berfikir rasional.
Sebaliknya tendensi-tendensi yang merusak diri (self-defeating), penolakan terhadap diri, penundaaan, sering membuat kesalahan, kesedihan, ketidaksenangan, takhayul, intoleran, menyalahkan diri (self-blame), dan gejala-gejala lainnya yang mengganggu potensi aktualisasi diri semuanya bersumber pada kekuatan berfikir yang tidak logis, irasional yang dikuasai oleh gangguan emosional.
b. Manusia adalah makhluk berfikir, merasa dan berbuat.
Manusia normal siapapun akan berfikir, merasa, dan berbuat. Ketiganya akan saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan satu-satu, karena merupakan suatu kesatuan. Pikiran manusia mempengaruhi perasaan dan perilakunya, sedangkan perilaku manusia sudah jelas mempengaruhi perilaku dan perasaannya.
Ellis mengatakan bahwa berpikir rasional memerlukan kadar emosional tertentu sehingga pikirannya memberikan kesenangan, kegembiraan hidup yang pada gilirannya dapat mendorong aktualisasi diri manusia. Tetapi proses berpikir yang dikendalikan emosi akan menyebabkan efek-efek tertentu seperti terjadinya pembiasaan, prasangka, personalisasi yang tinggi, serta berfikir yang irasional atau ilogik.
c. Manusia adalah makhluk mudah kena pengaruh (cultural influencebility)
Salah satu kecenderungan bawaan manusia yang terkuat adalah mudah terpangaruh, sugestabel, dapat dibuktikan dengan melihat perkembangan sejak kanak-kanak. Kecenderungan ini terbawa hingga dewasa dengan mudahnya menerima prejudais, menerima penilaian orang lain atas dirinya dan semacamnya. Pengaruh orang tua, keluarga, masyarakat (orang dewasa lain), dan kebudayaan tersebut dapat membuat anak merasa kecil, rendah dan tidak mampu. Kesimpulan yang dibuat tentang dirinya pada hakekatnya dihayati secara logik oleh anak, karena pengaruh negatif lingkungan, akan menjadi tidak logik bila dikaitkan dengan nilai dan kemampuan yang dimiliki.
d. Perilaku verbal dan berfikir manusia.
Perilaku verbal dan berpikir senantiasa dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau bahasa. Berfikir, baik logik maupun tidak logik, dilakukan dengan memakai simbol atau bahasa. Dengan bahasa manusia bisa mengatakan kepada dirinya tentang apa yang ia pikirkan. Bila mana proses berfikir didominasi oleh emosional maka perilaku verbal pun akan menjadi tidak logis. Dengan demikian akan terjadi komunikasi dengan simbol bahasa yang keliru.
e. Sumber perilaku manusia ditentukan oleh nilai atau ide-ide (pandangan).
Perilaku manusia bersumber pada dua kekuatan, yaitu berfikir rasional-irasional serta sistem nilai atau ide-ide yang di serap dan dipersepsi dunia nyata di mana manusia hidup. Sistem nilai atau ide yang rasional akan di internalisasikan oleh seseorang di dalam diriya melalui proses berfikir sehingga akan menimbulkan sistem keyakinan (belief syistem) yang rasional, yang pada gilirannya menuntun perilaku rasional yang konsisten. Sebaliknya, sistem nilai atau ide yang irasional akan diinternalisasikan oleh seseorang ke dalam dirinya melalui berfikir dan akan menimbulkan sistem keyakinan yang irasional, yang pada gilirannya akan menuntut perilaku yang irasional pula.

f. Manusia memiliki verbalisasi diri gangguan.
Gangguan emosional sebagai hasil verbalisasi diri bukan ditentukan oleh peristiwa eksternal, melainkan pandangan dan sikap seseorang tentang situasi dan hubungan antara dirinya dengan situasi. Bila mana pandangan tidak betul, maka dapat menimbulkan emosi yang negatif. Emosi yang negatif dinyatakan dalam bahasa yang secara terus menerus disuntikan pada diri sendiri, sehingga menjadi keyakinan.
g. Manusia memiliki kemampuan konfrontasi dan indoktrinasi
Manusia memiliki kemampuan untuk mengkonfrontasi sistem-sistem, nilai-nilai, ide-ide dan dapat mengindoktrinasi kembali dirinya dengan nilai-nilai, ide-ide, kepercayaan yang berbeda. Pada akhirnya manusia akan bertingkah laku sangat berbeda dari cara sebelumnya. Oleh karena manusia berfikir, merasa dan berbuat maka ia dapat mereorganisasi kembali nilai-nilai, ide-ide, kepercayaan yang tidak rasional ke berfikir yang rasional. Manusia bukanlah korban pasif karena kondisi masa lalunya.
h. Manusia adalah makhluk yang unik
Manusia adalah unik, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, memiliki kekhasan untuk menentukan dirinya sendiri. Albert Ellis dengan filosofis yang luar biasa mengatakan bahwa manusia lebih baik jangan menilai dirinya sendiri dan keberadaannya, melainkan nilailah perbuatan, tindakan,dan unjuk kerjanya agar menjadi dirinya sendiri dan bahagia.
2. Perkembangan Tingkah Laku
2.1.Perkembangan Tingkah Laku Menyimpang
Siapapun saja yang hidup di dunia selalu mendambakan kebahagiaan, sukses dalam cita-cita, tidak banyak mengalami hambatan dan gangguan, dan memperoleh segala hal yang ideal dan sempurna serta dapat diterima oleh lingkungannya. Namun kenyataannya tidak setiap orang mampu mencapainya. Ada beberapa orang yang senantiasa tidak mengalami gangguan selama hidupnya, atau sebaliknya, individu mengalami masalah tetapi mampu mengatasinya sendiri. Sebagian lainnya individu mengalami masalah tetapi tidak mampu mengatasinya sendiri, sehingga membutuhkan uluran tangan orang lain, salah satunya adalah melalui konseling.
Pernyataan di atas mengimplikasikan bahwa perkembangan tingkah laku manusia pada dasarnya berkembang menjadi dua macam, yaitu individu bebas masalah, berkembang normal, dan individu yang bermasalah, berkembang menyimpang (malasuai).
a. Gejala Tingkah Laku Menyimpang
Perkembangan kepribadian yang normal dan pokok-pokok pikiran tentang hakekat manusia merupakan titik tolak pengkategorian pribadi menyimpang atau tingkah laku bermasalah. Menurut Ellis, ia memisahkan individu yang bermasalah ynag ditunjukkan adanya gangguan emosional karena keyakinannya terhadap ide-ide rasional atau pikiran-pikiran tidak logik. Ide-ide tersebut diajarkan oleh lingkungannya (orang tua, orang dewasa, masyarakat, dan kebudayaan), sehingga ide-ide tersebut diserap dan diindoktrinasi secara terus menerus menjadi keyakinannya, akhirnya nampak pada perilakunya yang sekarang. Ellis bersama penganutnya berpendapat bahwa gejala gangguan kepribadian yang berupa neurosis atau psikosis adalah bersumber pada sikap dan cara berfikir yang irasional, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya sehingga menimbulkan gangguan emosional yang dinampakkan pada perilaku negatif berikut: (1) terlarang (inhibited), (2) bermusuhan, (3) pertahanan (defensive), (4) berdosa, (5) bermusuhan, (6) kaku, (7) cemas, (8) tidak terkontrol, dan (9) tidak bahagia. Gejala-gejala tersebut sering kali nampak pada cara individu berbicara. Misalnya, “oleh karena saya tidak menyukai perilaku saya, maka saya adalah orang yang paling jelek dan tidak berguna di mata kekasih saya”. atau pernyataan lain: “saya tidak tahan dengan sikap anda, sok pintar, yang mestinya tidak perlu bersikap demikian”. Pernyataan tersebut sebagai penampakkan tingkah laku individu yang menyalahkan diri (self-defeating), penolakan, (avoidance), penundaan (procrastination), sering membuat kesalahan (endless repetition of mistake), kesedihan dan ketidaksenangan, takhayul (superstition), tidak toleransi (intolerance), ingin selalu sempurna (perfectionism), mengutuk diri (self blame) dan menghindar dari potensi aktual (avoidance of actualizing growth potentials).

b. Faktor-Faktor Penyebab
Neurosis diidentifikasi sebagai pikiran dan perilaku yang irasional, dengan gejala-gejala yang menampak dan dapat timbul karena penyebab pokok berikut ini:
1) Kecenderungan umum individu berfikir dengan tidak jujur (croodly), merasa tidak tepat dan bertindak secara tidak fungsional, yang umumnya merupakan unsur bawaan.
2) Kecenderungan khusus individu yang bertindak merusak diri sendiri.
Kedua penyebab pokok masalah tersebut di atas, tidak lain merupakan ide-ide irasional atau ilogik yang sekaligus merupakan penyebab utama timbulnya masalah. Nelson yang dikutip oleh Rosjidan (1994) merincikannya sebagai berikut:
a. Tuntutan selalu dicintai dan didukung, bahwa seseorang yang hidup ditengah-tengah masyarakat mau tidak mau setiap saat dapat dicintai dan ditolak oleh siapa saja di sekitarnya. Pandangan irasional ini tidaklah memungkinkan dapat dicapai oleh setiap saat dapat dicintai dan ditolak oleh siapa saja disekitarnya. Pandangan irasional ini tidaklah memungkinkan dapat dicapai oleh setiap individu. Tetapi individu selalu mengharapkan untuk dicintai dan dihargai orang lain.
b. Tuntutan kompetensi secara sempurna, bahwa seseorang yang hidup di masyarakat luas haruslah kompeten secara sempurna, memadai, dan bisa mencapai segala hal yang layak dan berguna. Pandangan irasional ini membawa individu ke arah kecenderungan kecemasan dan ketidaksempurnaan. Tidak ada seorangpun di dunia yang kompeten sepenuhnya dan serba bisa dalam segala hal. Tetapi kenyataannya ada individu yang ingin dirinya lebih dari orang lain, akhirnya ia cenderung menjadi other directed (keterarahan menurut orang lain) dan bukan self-derected (keterarahan menurut dirinya sendiri). Tidak semua orang memiliki kontrol diri yang sempurna, sekalipun terhadap bidang-bidang yang terbatas. Akibatnya pemikiran yang berlebihan tersebut dapat membuahkan rasa takut dan gagal yang luar biasa.
c. Tuntutan menghukum orang lain, banyak orang yang hidup masyarakat itu tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan karena itu patut disalahkan, dan dihukum setimpal dengan dosanya atau kesalahannya. Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia “membuat kesalahan”, namun dengan hukuman tidak akan mampu merubah tingkah laku orang tersebut.
d. Ketidaksenangan atas kejadian yang tidak diharapkan, bahwa kehidupan manusia senantiasa dihadapkan ke berbagai kemungkinan malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan, mau tidak mau harus dihadapkan dalam bahtera hidup. Padahal kenyataannya, tiadalah kehidupan bakal berubah menjadi sebuah taman bunga, realita kehidupan tidaklah merupakan segala sesuatu yang dikehendaki oleh seseorang, bahkan orang mungkin sadar akan hal ini. Untuk mengatasi hal itu semua, bukannya kita memandang sesuatu kejadian sebagai bencana, melainkan mencoba mengubah kejadian atau situasi-situasi tersebut untuk diterima sebagai kawan. Tidak logis merenungi kejadian hidup yang sudah digariskan sehingga membuat kita frustrasi.
e. Tuntutan penyebab eksternal, bahwa ketidakbahagiaan seseorang muncul karena tekanan dari luar (eksternal) sedangkan individu mempunyai kemampuan yang sedikit sekali untuk mengontrol perasaannya atau menghilangkan perasaan depresi atau yang bertentangan. Tidaklah benar anggapan seseorang tentang ketidakberhasilan karena faktor dari luar, melainkan pandangan orang itu sendiri terhadap ketidakberhasilannya.
f. Perhatian kepada hal-hal yang berbahaya, bila ada peristiwa yang berbahaya atau menakuti, maka individu harus berusaha keras untuk menghadapi dan mengatasi bencana yang menakutkan. Keharusan untuk mengatasi pandangan yang irasional itulah sulit ditentukan parameternya bagi setiap individu.
g. Lari dari kesulitan dan tanggung jawab, bahwa seseorang lebih mudah menjauhi kesulitan-kesulitan dan tanggung jawab diri daripada berusaha menghadapi dan menanganinya hanya untuk menghargai bentuk disiplin diri (self-dicipline). Seseorang tidaklah cukup mampu memecahkan masalah hanya dengan menghargai masalah tersebut.
h. Keharusan bergantung, anggapan bahwa seseorang harus bergantung kepada orang lain atau mutlak memerlukan orang lain yang lebih kuat. Pandangan irasional bagi seseorang akan membawanya menjadi orang yang kurang percaya diri.
i. Kebahagian bukan didapat dari kemalasan, bahwa individu akan mencapai kebahagiaan hidup melalalui kemalasan (inertia).
j. Melebihkan kontrol masa lalu, bahwa peristiwa masa lalu bagi kehidupan seseorang menentukan perilaku sekarang dan tidak dapat diubah. Orang yang berpaling terlalu kuat pada masa lalunya sebagai penentu tingkah laku sekarang sering kali menjadikan masa lalu sebagai alasan untuk tidak berubah.
k. Terlalu peduli atau hanyut ulah orang lain, bahwa seseorang seharusnya merasakan kesedihan karena problem orang lain. jika seseorang terlalu cemas atas masalah orang lain, maka masalah tersebut akan menjadi masalah bagi dirinya sendiri.
l. Tuntutan jawaban persis atau suatu masalah, percaya bahwa seseorang selalu menjawab dengan tepat terhadap setiap problem, artinya setiap orang harus mampu mengatasi segala problem. Pencarian atas jawaban yang sempurna bagi kehidupan atau masalah manusia maka dirinya akan menjadi frustrasi. Tiada pemecahan yang sempurna terhadap suatu masalah dan tak satupun cara yang bisa memberikan jawaban yang tepat. Sudah kodrat manusiawi bahwa kesalahan itu ada bagi setiap orang. orang belajar dari berbuat salah dan berusaha mencari pemecahan yang sempurna.
Berdasarkan pandangan irasional, dapatlah ditemukan tendensi tingkah laku individu malasuai, yaitu membuat tiga tuntutan atau keharusan utama: 1) individu dituntut untuk dihargai oleh orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya dan melakukan sesuatu yang baik secara konsisten, 2) semua orang harus memperlakukannya dengan penuh perhatian dan cinta kasih pada saat yang tepat, dan 3) dunia haruslah menjadi tempat yang memudahkan dan mengasyikkan.
3. Konsep pribadi sehat atau ideal
Pribadi yang sehat atau ideal menurut konsepsi konseling rasional-emotif secara umum rumusan berhubunagn dengan tujuan konseling. Lebih lanjut rumusan pribadi sehat yaitu bila mana individu mampu menggunakan kemampuan berfikir rasional untuk memecahkan dan menghadapi masalah-masalah hidupnya secara bijak. Selain itu individu mampu memanfaatkan segala kelebihan dan keterbatasan dirinya serta mampu mengaktualisasikan diri, lebih percaya diri, dan tidak bergantung kepada orang lain serta dapat menyesuaikan diri ditengah-tengah lingkungannya. Secara implisit akan dirinci dalam tujuan konseling, yaitu adanya minat diri, arah diri, toleran, penerimaan terhadap ketertekanan, fleksibelitas, berpikir ilmiah, komitmen, tempuh-resiko, penerimaan diri, dan tidak utopia.
Rumusan pribadi sehat menurut rational-emotif terapi, secara umum, mempunyai ciri-ciri:
1) Kekuatan nalar atas emosi. Pribadi sehat dapat berfikir secara rasional mengatasi dorongan-dorongan emosional/perasaan sehingga pribadi itu dapat mengatasi masalah dan mengatasinya secara ilmiah.
2) Emosi/perasaan yang pantas (appropriate), pribadi sehat ditandai dengan adanya kontrol emosi dan perbedaan tuntutan yang tidak layak, utopia, dan mustahil.
3) Perilaku berencana, pribadi sehat dapat bertindak menuju tujuan hidup secara berencana, bertambah maju dan bukan justru mengurusi pengalaman masa lalu.
Ellis telah mengembangkan rumusan filsafat hidup atau pokok-pokok pikiran tentang hakekat manusia yang rasional berikut ini:
1) Memfokuskan self-respect dari other-respect.
2) Ketidakbahagiaan individu bukan karena sebab peristiwa atau kejadian, melainkan pandangan individu terhadap suatu peristiwa.
3) Tindakan yang dilakukan oleh seseorang jangan dipandang buruk, salah, cela, melainkan pandanglah seseorang itu karena terganggu psikologisnya.
4) Seharusnya seseorang berusaha mengubah untuk menjadi orang lain dan lebih baik menelusuri kembali keberadaanya.
5) Lebih terbuka dalam menghadapi sesuatu yang membahayakan atau mengerikan dengan segera mengalihkan pikiran-pikiran tersebut.
6) Mampu menghadapi masalah hidup dan berusaha untuk mencari jalan keluarnya.
7) Dalam menangani situasi hidup lebih baik berdiri di atas kaki sendiri.
8) Seseorang harus menerima kesempurnaannya dan keterbatasannya, dengan keterbatasan manusiawi, daripada terus menerus mencari kesempurnaan yang tak pernah dicapainya.
9) Di dalam mencapai kebahagiaan hidup senantiasa melalui usaha keras, berjuang, dan akhirnya pasrah.
10) Seseorang harus belajar dari masa lalunya, tetapi jangan terpaku pada peristiwa masa lalu.
11) Seseorang memandang kekurangan orang lain sebagai kekurangan mereka sendiri, dan jangan memandang dirinya sendiri sebagai kekurangan orang lain.
12) Seseorang hendaknya bisa mengendalikan terhadap emosi.
4. Kondisi-Kondisi Pengubahan
Telah banyak kajian yang menyatakan bahwa konseling rasional-emotif terapi menyerupai proses pendidikan atau pengajaran untuk membantu individu yang bermasalah, utamanya individu yang terganggu oleh pikiran-pikiran irasionalnya, agar ia mampu mengarahkan pikiran yang rasional-ilmiah. Melalui konseling, konselor bermaksud membawa individu menjadi pribadi sehat atau normal atau ideal. Sudah barang tentu diperlukan kondisi-kondisi khusus yang menunjang bagi tercapainya tujuan tersebut.
Bilamana kita bicarakan kondisi dalam konseling, terkait langsung dengan komponen-komponen yang berinteraksi: hakekat konseling, konselor, klien, situasi dan tujuan yang bagaimana merupakan prasyarat bagi timbulnya perubahan.
1. Hakekat konseling
Ada beberapa karakteristik konseling yang perlu dipertimbangkan bagi timbulnya perubahan, yakni:
a. Prosedur ilmiah., didalam hubungan konseling rasional-emotif terapi ini dilakukan dalam proses formal, berstruktur, dan berencana. Prosedur ini terutama sekali diterapkan untuk menantang falsafah yang cenderung mengalahkan diri sendiri dan anggapan irasional yang tidak dapat dibuktikan, tepatnya pada proses kepribadian komponen.
b. Proses edukatif-reedukatif, pada dasarnya rasional-emotif terapi menekankan penataan kembali kognisi (pandangan) dan sangat bergantung pada sisi didaktik dalam proses teraupetiknya. Konseling dipandang secara luas sebagai upaya mendidik atau menstruktur kembali emosi dan intelektual yang selama ini dianggap kurang logik. Karenanya mengimplikasikan bahwa peran konselor sebagai guru, dan model bagi kliennya.
c. Rational-emotif terapi menekankan proses insight, didalam proses penyembuhan, perbaikan ataupun perubahan maka harus dilalui suatu tahapan atau proses insight. Ada tiga tahapan insight, yaitu: 1) klien menjadi sadar bahwa ketakutan terhadap pacarnya selalu berusaha untuk mendominasi dirinya, 2) klien menjadi sadar bahwa ketakutan itu bersumber dari keyakinan yang keliru, karena dialah yang sering menyuntikan self-verbalization dalam dirinya, seperti: “pacar saya sering marah”, pacar saya tidak pernah memberikan kebebasan”, “pacar saya orangnya keras”, dan 3) munculnya kesadaran klien bukan jalan keluar untuk mengubah keyakinannya tentang ketakutannya, kecuali dengan jalan mengadakan counter propaganda oleh dirinya sendiri.
d. Aktif-directif, artinya dalam hubungan konseling, konselor lebih aktif dalam membantu mengarahklan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya karena itu teknik-teknik yang digunakan dalam konseling, seperti: persuasi, pekerjaan rumah, pengendalian diri, metode mengajar, dan sebagainya. Selanjutnya rational-emotif terapi lebih menekankan pada situasi sekarang dan di sini, sebagaimana yang dianut oleh ancangan Rogerian.
e. Kognitif-rasional, artinya hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pada pemecahan masalah yang rasional.
f. Emotif-eksperiensial, artinya hubugan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinannya yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
g. Behavioristik, artinya hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri klien. Bahwa rational- emotif terapi menganggap insight saja tidaklah cukup melainkan perubahan ini diikuti oleh aksi atau perbuatan.
h. Kondisional, artinya hubungan dalam rational-emotif terapi dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan konseling.
2. Konselor.
Seperti kita ketahui, kegiatan utama konseling rational-emotif terapi adalah membebaskan klien dari ide-ide dan pemikiran-pemikiran yang tidak logis dalam dirinya. Hal ini berarti dibantu dengan jalan melatih dan mengajarnya untuk menginternalisasi nilai-nilai dan pandangan hidup rasional. Dalam hal ini konselor mempunyai peran sebagai: 1) guru, yakni mengajar klien untuk mengubah pola berpikir yang irasional kearah pemikiran yang rasional, 2) ahli bahasa, peran ini diperlukan sekali terutama membantu klien untuk menggunakan bahasa dengan baik pada saat diperlukan menimbulkan pikiran-pikiran yang logik, 3) modeling, konselor hendaknya menjadi model-contoh, panutan-bagi klien teruitama mengoperasionalisasikan pola berfikir yang rasional, 4) penasehat, peran ini diperlukan bagi konselor berorientasi kognitif, terutama menunjukkan pemikiran-pemikiran klien yang ilogik, 5) counter propagandis, diperlukan untuk menantang self-defeating klien. Dalam fungsinya konselor bertugas mendorong memberikan persuasi, dan pada saat tertentu menugaskan klien untuk mengambil alih peran konselor sebagai counter-propagandis dan klien sendirilah yang melawan self- defeating dalam dirinya sendiri.
Berikut ini disajikan tugas-tugas spesifik konselor rational-emotif terapi, yaitu:
Langkah pertama, konselor perlu memperlihatkan dan menunjukkan kepada klien bahwa masalah atau kesulitan yang dihadapinya sangat berhubungan dengan keyakinannya yang irasional dan menunjukkan bagaimana klien harus mengembangkan nilai dan sikapnya dengan mencoba memberikan wawasan dengan menunjukkan berbagai istilah seperi: should, ougth, dan must. Dalam hal ini klien harus belajar memisahkan keyakinannya yang rasional dengan keyakinannya yang irasional.
Langkah kedua, setelah klien menyadari keadaan dirinya yang sebenarnya, bahwa gangguan emosional dalam dirinya disebabkan oleh sikap, persepsi dan penilaian terhadap dirinya yang tidak rasional maka konselor menunjukan kepada klien bahwa berfikir yang ilogis sebenarnya adalah sumber dari gangguan terhadap kepribadiannya, namun hal tersebut dapat diubah dengan membuat dan mengubah keyakinannya dengan pandangan-pandangan baru yang logik dan rasional.
Langkah ke tiga, konselor mencoba mengarahkan klien untuk berfikir dan membebaskan dari ide-ide yang irasional. Pada langkah ini konselor harus menolong klien untuk memahami hiubungna antara ide-ide yang merusak dirinya sendiri dan pandangan yang tidak realistik yang membawa ke arah proses menyalahkan diri sendiri.
Langkah ke empat, dalam proses konseling, konselor menantang klien untuk mengembangkan filosofi hidupnya yang rasional dan mencoba untuk menolak keyakinan-keyakinan yang irasional.
3. Klien
Peran klien dalam rational-emotif terapi hampir sama dengan seorang “siswa”. Proses konseling dapat dipandang sebagai proses “re-edukatif” yang mana klien belajar cara mengaplikasikan pemikiran logis untuk memecahkan masalahnya. Pengalaman yang harus dimiliki klien ialah pengalaman masa kini dan di sini (here dan now experiences) dan kemampuan klien untuk mengubah pola berpikir dan emosinya yang keliru. Adapun pengalaman yang sentral adalah bagaiman ia menemukan kesadaran diri dan pemahaman (insight). Kesadaran diri dan pemahaman (insight)
4. Situasi hubungan
Ancangan konseling apapun isu personal memegang peranan penting. Namun pengertian personal dalam rational-emotif terapi agak berbeda dengan model konseling lain. menurut rational emotif-terapi; personal warmth, affection, dan hubungan personal antara konselor dan klien bersifat intensif adalah sekunder. Rational-emotif terapi mensyaratkan bahwa hubungan konseling perlu menciptakan hubungan baik antara klien dan konselor (good rapport).
Adapun sifat-sifat hubungan yang dianggap penting, yaitu:
1) Pertautan hubungan yang baik (good rapport)
2) Gaya hubungan dalam rational-emotif terapi harus aktif, direktif, dan objektif.
3) Dalam hubungan konseling, rational-emotif terapi menekankan pentingnya full tolerance, dan unconditioning positive regard
4) Secara terus menerus konselor perlu menerima diri klien sebagai seorang worth while human being (manusia hidup bermarkat dan bernilai), karena the client exist dan bukan karena the client accomplishments.
5. Tujuan konseling
a. Tujuan umum
1) Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan dan pandangan-pandangan yang irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya, meningkatkan aktualisasinya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.
2) Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti: rasa benci, rasa takut, bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, was-was, dan marah sebagai konsekwensi keyakinan yang keliru dengan jalan mengajar dan melatih klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, serta nilai-nilai kemampuan diri sendiri.
b. Tujuan khusus
Disamping tujuan di atas, Ellis merinci tujuan khusus konseling dalam rangka mencapai pribadi sehat sebagai berikut:
1) Self-interest – social-interest, yaitu memberikan kemungkinan kepada klien untuk mereorganisasikan persepsinya sendiri terhadap dirinya sehingga menumbuhkan diri sekaligus minat sosial individu.
2) Self-direction,yaitu mendorong klien untuk mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti bahwa klien harus menghadapi kenyataan-kenyataan hidupnya dengan tanggung jawab sendiri bukan bergantung atau minta bantuan orang lain.
3) Tolerance, tujuannya yaitu mendorong dan membangkitkan rasa toleransi klien terhadap orang lain, meskipun ia bersalah. Menghargai orang lain sangat diperlukan karena tidak ada orang yang sempurna di dunia ini.
4) Acceptance of uncertaintly, yaitu memberikan pemahaman yang rasional kepada klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara logis dan tidak emosional.
5) Flexible, yaitu mendorong klien agar luwes dalam bertindak secara intelektual, terbuka terhadap suatu masalah sehingga dapat diperoleh cara-cara pemecahannya yang mendatangkan kepuasan kepada klien sendiri.
6) Commitment, yaitu membangkitkan sikap objektivitas dan komitmen klien untuk menjaga keseimbangan dalam lingkungannya.
7) Scientific thinking, yaitu berfikir rasional dan objektif, bukan hanya terhadap orang lain melainkan juga terhadap dirinya sendiri.
8) Risk-thinking, yaitu mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri sendiri (klien) untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan yang nyata, meskipun belum tentu berhasil. Keberanian ini sangat penting dalam menanamkan kepercayaan diri kepada klien untuk menghadapi masa depan.
9) Self-acceptance, penerimaan diri terhadap kemampuan dan keyakinan diri sendiri dengan rasa gembira dan senang secara eksistensial adalah sikap positif dan merupakan sasaran bagi konseling rational-emotif terapi pula.
6. Mekanisme penggubahan
Konseling rasional-emotif terapi sebagai suatu proses yang rasional. Di dalam proses tersebut, konselor harus menciptakan suasana yang hangat dan penuh pengertian, dan yang paling penting adalah menumbuhkan pengertian klien bahwa mereka harus berpikir secara rasional intelektual menurut dirinya sendiri. Untuk dapat memahami maksud dan tujuan konseling, lebih lanjut Ellis juga mengemukakan teknik-teknik dalam konseling yang perlu digunakan dan dipahami oleh konselor.
Dalam tahap-tahap konseling, Ellis mengajukan prosedur umum dalam konseling, individu maupun kelompok, yang juga bisa di sebut tahap-tahap konseling atau prinsip-prinsip konseling. Tahap-tahap atau prinsip konseling tersebut terdiri dari empat tahap yang dapat digunakan secara fleksibel, bergantung kepada kebutuhan klien. Ke empat tahapan tersebut merupakan urut-urutan logis yang menggambarkan langkah-langkah yang lazim dalam dunia psikoterapi dan di dunia pengetahuan.
1. Tahap pembinaan hubungan
Hubungan baik (good rapport) antara konselor dan klien memang merupakan prasyarat keberhasilan konseling. Untuk dapat menciptakan hubungan baik, konselor perlu: 1) menerapkan sikap dasar (penerimaan, suasana hangat, ramah, akrab, dan penuh toleran), 2) menciptakan suasana pendukung (suasana informal-objektif, dan suasana rapport), dan 3) membuka sesi pertama atau perbincangan awal (menanyakan kerisauan, meminta respon atau keterangan, dan menggalinya).
2. Tahap pengelolaan pemikiran dan pandangan
Tahap ini secara konsekuensial peran konselor ialah: 1) mengidentifikasi, menerangkan, dan menunjukkan masalah (A-B-C) yang dihadapi klien dengan keyakinan yang irasionalnya, 2) mengajar dan memberikan informasi (menjelaskan kepada klien seluk beluk kerisauannya, yaitu menjelaskan B—Bi dan Br–, serta peranan A dan C didalamnya, 3) mendiskusikan masalah (menunjukkan arah perubahan dari Bi ke Br—mendiskusikan dan menetapkan tujuan konseling yang bersangkutan yaitu apa yang ingin dicapai dalam konseling, dan 4) menerapkan berbagai teknik debate dan dispute, seperti: mempropagandakan berfikir ilmiah, mengkonfrontasikan dan menantang, menstruktur kognitif dan menghentikan cara berpikir lama (Bi).
3. Tahap pengelolaan emotif atau efektif
Sebagai kelanjutan tahap kedua di atas, konselor memusatkan perhatiannya pada “menggarap emosi atau afeksi “ klien sebagai kondisi pendukung kemantapan perubahan Bi ke arah br. Dalam tahap ini konselor ialah: (1) meminta kesepakatan penuh kepada klien atas perubahan dan “perubahan-perubahan kecil” yang telah terjadi pada diri klien, (2) ada pernyataan telah terjadi sejumlah kognitif maupun afektif sekalipun kecil, dan (3) sikap emosional dihadapkan pada tahap pengelolaan perilaku tampak klien. Pada tahap ini konselor: 1) Menganjurkan klien untuk berbuat dan memberikan nasehat, 2) Menunjukkan contoh perilaku cocok, pantas, atau teknik modeling, serta mengajak klien mengikuti contoh, 3) mengajak klien dalam latihan-latihan keasertifan, dan 4) mengajak dan “menuntun” klien merumuskan kalimat-kalimat rasional untuk “atribut” dirinya, atau berbisik-diri”.
4. Tahap pengelolaan tingkah laku
Jikalau sudah ditampakkan oleh klien isyarat bahwa ia (1) Sepakat atas arah perubahan, (2) Ada pernyataan telah terjadi sejumlah perubahan kognitif maupun afektif sekalipun kecil, dan (3) Sikap emosional dihadapkan pada perubahan perilaku, maka konselor siap masuk pada tahap pengelolaan perilaku tampak klien. Pada tahap ini konselor : (1) Menganjurkan klien untuk berbuat dan memebrikan nasihat, (2) Menunjukkan contoh perilaku cocok, pantas, atau teknik modeling, serta mengajak klien contoh, (3) Mengajak klien dalam latihan-latihan keasertifan, dan (4) mengajak dan menuntun klien merumuskan kalimat-kalimat rasional untuk atribut dirinya, atau berisik didik.

Teknik Konseling yang dipakai dalam RET
Berdasarkan pada hakekat konseling rasional-emotif terapi serta tahap-tahap yang dilakukan dalam prosesnya, maka rational-emotif terapi mengembangkan dan mengaplikasikan teknik-teknik khusus konseling. Menurut pengelompokkannya, teknik-teknik yang digunakan oleh rational-emotif terapi teridiri atas:
1. Teknik-teknik emotif-eksperiensial/evokatif
Teknik ini dipakai untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan-gangguan emosional atau perasaan yang merusak diri sendiri (self-defiating), yakni:
1) Teknik assertive training, yaitu teknik yang dipakai untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien agar secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku tertentu yang diinginkan.
2) Teknik sosiodrama, yaitu teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien (terutama perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sehingga klien bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulis maupun melalui gerakan-gerakan dramatis. Teknik ini dilakukan untuk melatih perilaku verbal dan non verbal yang diharapkan dari siswa. Dengan teknik ini diperlukan seorang konselor yang ahli di bidang bahasa.
3) Teknik self-modeling, yaitu teknik yang digunakan dengan meminta klien berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Dalam teknik modeling ini klien diminta terus-menerus menghindarkan dirinya dari perilaku negatif.
4) Teknik imitasi, yaitu teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus model perilaku tertentu dengan maksud mengkonter perilakunya sendiri yang negatif.
2. Teknik-teknik kognitif.
Teknik-teknik berikut ini memegang peran utama dalam ancangan rational-emotif terapi. Teknik ini digunakan untuk mengkonter sistem keyakinan (anggapan) yang irasional klien serta perilaku-perilakunya yang negatif. Dengan teknik ini didorong, dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berfikir dengan cara rasional dan logis. Dengan demikian klien dapat berbuat sesuai dengan sistem nilai yang diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya. Berikut ini merupakan teknik-teknik kognitif yang cukup dikenal, yaitu:
1) Home work assignments, teknik ini merupakan prasyarat baagi konseling selanjutnya. Dalam teknik ini klien diberi tugas-tugas rumah untuk berlatih membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menentukan pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide atau perasaan-perasaan irasional dalam situasi-situasi tertentu, mempraktikan respon-respon tertentu, berkonfrontasi dengan self-verbalisasinya yang mendahuilui, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya (pandangannya) yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Adapun pelaksanaanya harus dilaporkan oleh klien kepada konselor pada sesi berikutnya. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, percaya pada diri sendiri, kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, mengelola diri, mengurangi ketergantungan klien kepada konselor serta memberi kemungkinan klien bisa mengevaluasi kemajuan dalam mempraktikan keterampilan-keterampilan baru atau perilaku tertentu dalam situasi kehidupan nyata.
2) Teknik bibliotherapy, teknik ini digunakan untuk membongkar akar-akar keyakinan yang irasional dan ilogis dalam diri klien serta melatih klien berfikir rasional dan logis dengan mempelajari bahan-bahan yang dipilih dan ditentukan oleh konselor. Teknik ini dilakukan dengan menugaskan klien ke perpustakaan atau mempelajari bahan bacaan yang tersedia di rumah.
3) Teknik diskusi, teknik ini hampir sama dengan teknik di atas namun dilakukan dalam suatu kelompok diskusi. Melalui teknik ini klien dapat mempelajari pengalaman-pengalaman orang lain serta dapat menimba berbagai informasi yang dapat mempengaruhi dan mengubah keyakinan serta cara berfikir yang irasional dan tidak obyektif.
4) Teknik simulasi, teknik ini digunakan untuk memberi kemungkinan kepada klien mempraktekan perilaku-perilaku tertentu melalui kondisi simulatif yang mendekati kenyataan.
5) Teknik gaming, teknik ini digunakan untuk melatih klien menempatkan pada peran tertentu.
6) Teknik paradoxical intention, teknik ini mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan teknik counter-conditioning. Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa seseorang yang mulai memperlihatkan keinginan atau hasrat yang tidak baik dengan sendirinya akan menjadi “jera” dengan jalan menciptakan kondisi yang hiperintention, yakni mempertinggi hasrat atau keinginan itu sehingga dalam titik kulminasi tertentu orang tersebut pasti akan bisa menghilangkan keinginannya sama sekali.
7) Teknik assertive, teknik ini digunakan untuk melatih keberanian diri klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui: role-playing, rehaarsial, dan social-modeling. Sedang maksud utama teknik ini adalah untuk (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya, (b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak orang lain, (c) mendorong kepercayaan serta kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri.

PROPOSAL SKRIPSI PENERAPAN PENDEKATAN PENGAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PENDEKATAN INKUIRI DALAM MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH AMBALAWI TAHUN PELAJARAN 2010/2011

25 Nov

PROPOSAL SKRIPSI

PENERAPAN PENDEKATAN PENGAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PENDEKATAN INKUIRI

DALAM MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII
SMP MUHAMMADIYAH AMBALAWI
TAHUN PELAJARAN 2010/2011

OLEH
FEMIYATI
NPM: 07.3.01.0318

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) BIMA
2011

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan akhir ini menjadi pusat perhatian sepenuhnya dari pemerintah. Hal ini karena menyadari bahwa pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis bagi pembentukan manusia seutuhnya, yaitu masyarakat dan bangsa Indonesia. Tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003: 8). Jelas dari rumusan tujuan tersebut pendidikan merupakan sektor penting yang strategis dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, baik lahir mapun batin.

Mengungkapkan permasalahan rendahnya kualitas pendidikan akan melibatkan komponen-komponen penting dalam suatu sistem pendidikan pada umumnya dan proses belajar pada khususnya. Komponen-komponen tersebut adalah guru, siswa, materi, metode, media instruksional, sumber belajar, sarana dan prasarana serta komponen lainnya. Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa rendahnya mutu pendidikan disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor siswa itu sendiri. Faktor rendahnya kualitas pendidikan tersebut dapat berupa kurangnya minat siswa memperluas wawasan dan mencari informasi berkaitan dengan materi pelajaran yang dipelajari dengan cara membaca buku dan media lainnya. Kurangnya minat belajar tersebut kalau dibiarkan dan tidak dicarikan solusinya berimplikasi pada rendahnya prestasi belajar.

Di samping mengajar, guru kelas di SMP Muhammadiyah Ambalawi hendaknya dapat melaksanakan bimbingan belajar kepada siswa, walaupun ada beberapa komponen aspek bimbingan konseling yang memerlukan kerja profesional yang tidak dapat dilaksanakan oleh guru kelas (Witono, 1992). Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Pengalaman di SMP Muhammadiyah Ambalawi menunjukkan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh turun prestasi belajar siswa yang dikarenakan rendahnya intelegensi, namun dapat pula disebabkan karena siswa tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai. Mengingat pentingnya kegiatan bimbingan belajar, maka tugas dan tanggung jawab pelaksanaannya dilimpahkan kepada guru pembimbing saja, apalagi di SMP Muhammadiyah belum ada guru Bimbingan  dan Konseling, oleh karena itu bimbingan belajar bagi siswa di SMP khususnya SMP Muhammadiyah merupakan tanggung jawab bersama, terutama guru kelas. Layanan Bimbingan belajar merupakan salah satu komponen pendidikan yang tak dapat dipisahkan sari sistem pendidikan di sekolah. Dinyatakan demikian karena bimbingan belajar memiliki peranan strategis yang sangat peting dalam proses pendidikan di sekolah.

Menurut Mc.Donald (dalam Sardiman, 1987), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang  yang ditandai dengan munculnya ‘feeleng’ dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Sementara untuk pengertian motivasi belajar

Motivasi belajar siswa di SMP Muhammadyah Ambalawi masih perlu ditingkatkan, karena kenyataannya pada saat proses belajar mengajar berlangsung, masih banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, termasuk tugas-tugas rumah yang diberikan belum semua siswa mengerjakan. Bila kondisi seperti tersebut dibiarkan maka akan berakibat pada rendahnya prestasi belajar pada siswa di SMP Muhammadyah Ambalawi. Motivasi belajar sangat penting ditumbuhkan kepada siswa, karena dapat mendorong siswa untuk belajar dengan baik dan tekun sehingga dapat memperoleh prestasi belajar yang baik. Bimbingan belajar di rumah juga akan berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa, demikian pula siswa di SMP Muhammadyah Ambalawi. Bimbingan belajar yang diharapkan dari guru kepada anak berupa bentuk kebiasaan dalam mendidik, memimpin, dan membimbing anak sehari-hari dan sebagai tugas kodrati yang dilandasi cinta kasih yang ditentukan oleh sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh orang tua yakni sifat-sifat otoriter, liberal dan demokrasi, yang berdampak pada kebiasaan dan motivasi belajar anak.

Bertolak dari uraian di atas, maka penulis berminat untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan Bimbingan belajar di rumah dan motivasi belajar siswa pada SMP Muhammadiyah Ambalawi tahun pelajaran 2011/2012.

  1. B.     Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:  Apakah ada  hubungan bimbingan belajar di rumah dengan motivasi belajar siswa pada SMP Muhammadiyah Ambalawi tahun pelajaran 2011/2012

  1. C.    Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara bimbingan belajar di rumah dengan motivasi belajar belajar siswa pada SMP Muhammadiyah Ambalawi tahun pelajaran 2011/2012.

D. Asumsi Penelitian

Penelitian ini bertolak dari beberapa asumsi atau anggapan dasar, yaitu sebagai berikut: jika pelaksanaan bimbingan belajar di rumah ada dan memadai maka motivasi belajar siswa akan tinggi.

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah manfaat atau sumbangan hasil penelitian yang dapat diharapkan baik untuk aspek teoritis maupun praktis.

  1. Kegunaan aspek teoritis

Dari aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan pemberian bimbingan belajar dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa meningkat.

  1. Kegunaan aspek praktis

Dari aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengambil kebijakan dalam meningkatkan pemberian bimbingan belajar dikaitkan dengan motivasi belajar siswa.

F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, untuk menghindari perbedaan persepsi perlu diberi ruang lingkup dan batasan penelitian sebagai berikut.

  1. Variabel penelitian; variabel penelitian adalah bimbingan belajar, motivasi belajar siswa SMP Muhammadiyah Ambalawi tahun pelajaran 2011/2012.
  2. Subyek penelitian; subyek penelitian adalah siswa kelas II SMP Muhammadiyah Ambalawi tahun pelajaran 2011/2012.
  3. Lokasi penelitian; lokasi dilaksanakan penelitian adalah SMP Muhammadiyah Ambalawi.

G. Definisi Operasional Variabel

Sesuai dengan variabel yang diteliti, maka definisi operasional variabel diberikan terhadap variabel-variabel penelitian, yaitu sebagai berikut:

  1. Bimbingan belajar adalah suatu layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa agar siswa dapat mengembangkan diri dalam sikap dan kebiasaan belajar yang baik dan memanfaatkan fasilitas belajar dengan efektif dan efisien sehingga berdampak pada peningkatan motivasi belajar.
  2. Motivasi belajar adalah upaya keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang timbul akibat pengaruh daru dalam dan luar, sehingga menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan.

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Tentang Bimbingan Belajar

  1. Pengertian Bimbingan Belajar
  2. Tujuan Bimbingan Belajar
  3. Manfaat Bimbingan Belajar
  4. Peranan Bimbingan Belajar
  5. Prinsip-prinsip Bimbingan Belajar
  6. B.     Motivasi Belajar
    1. Pengertian Motivasi Belajar
    2. Pentingnya Motivasi Belajar
    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Belajar
  7. C.    Hubungan Antara Bimbingan Belajar Di rumah Dengan Motivasi Belajar Siswa

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

                                                 

A.    Rancangan Penelitian

Dalam penelitian menggunakan rancangan deskriptif yaitu menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi dengan sifat peneliti kuantitatif, yaitu mengumpulkan dan mengolah data berasal dari hasil penelitian tiap variabel sehingga terdapat hubungan antara variabel tersebut dan dilakukan analisis, dimana hasil penelitaian ini akan disajikan dalam bentuk tabel.

Sebelum pelaksanaan penelitian ini dilangsungkan, terlebih dahulu diadakan persiapan-persipan yang menyangkut administrasi penelitian dari STKIP yang ditujukan kepeda sekolah untuk dijadikan lokasi penelitian, serta persiapan lainnya, baik menyangkut waktu, persiapan tenaga, alokasi dana, serta persiapan lainnya.

   Dalam teknik pengumpulan data, akan digunakan teknik observasi atau pengamatan langsung terhadap subyek yang mengalami masalah dengan bimbingan belajar serta data dokumentasi yaitu mengambil dan mencatat hasil prestasi siswa yang dijadikan sampel dalam waktu rentang tertentu, yang nilai ujian semester ganjil (sebelum bimbingan belajar), nilai ujian mid semester genap dan nilai ujian semester genap tahun pelajaran 2011/ 2012 (setelah peleksanaan bimbingan belajar). untuk mendapatkan hasil yang valit maka sebagai alat ukur yang terakhir adalah dengan melihat hasil nilai ujian semester setelah diadakan bimbingan.

B.     Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa jika kita bicara tentang subyek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang unit  analisis, yaitu subyek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian (Arikunto, 2002). Jadi yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu keseluruhan siswa kelas VIII  pada SMP Muhammadyah Ambalawi Tahun Pelajaran 2011/ 2012 sejumlah 126 orang siswa dari 126 orang siswa tersebut maka yang menjadi subyek penelitian adalah 25% dari jumlah siswa yang ada yaitu sebesar (126/ 100 x 25% = 31)

Tabel 3.1 Keadaan Sampel Siswa Kelas VIII SMP Muhammadyah Ambalawi

 

No Kelas Jumlah Keterangan
1 VIII1 7
2. VIII2 8
3. VIII3 8
4. VIII4 8
Jumlah 31  
C.    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:

  1. Metode Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan dalam bentuk tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi yang diperlukan dari responden (Arikunto, 1999). Angket dalam penelitian ini akan digunakan untuk memperoleh data atau informasi mengenai keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak.

Angket berjumlah 25 butir pertanyaan yang dilengkapi dengan 3 buah alternatif jawaban, yaitu sering/selalu, kadang-kadang, dan tidak pernah. Masing-masing diberi skor berturut-turut 3, 2, dan 1. Angket akan dijawab atau diisi langsung oleh siswa. Berdasarkan jumlah item angket dan skor yang ditentukan, maka skor maksimal yang mungkin akan dicapai dalam angket menjadi 75 dan minimal 25.

Dalam metode ini, diadakan pengamatan secara langsung terhadap siswa yang mengalami minat baca rendah, dan selanjutnya diberikan bimbingan belajar. Kisi-kisi untuk variabel bimbingan belajar, dan prestasi belajar dapat dilihat pada tebel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Variabel Penelitan

No Variabel Indikator Deskripsi
1 2 3 4
1. Bimbingan belajar Sosialisasi Bimbingan Belajar

Pengembangan diri

sikap dan kebiasaan belajar yang baik

memilih materi pelajaran yang cocok

kecakapan

kesulitan belajarSenang Menerima Bimbingan belajar

fisik yang sehat dan rohani

kemauan pribadi dan motivasi

jadwal belajar dirumah

ruang belajar sendiri

penyediaan rapor belajar

konsentrasi belajar

kepercayaan diri

penyesuaian materi pelajaran

penguasaan materi pelajaran

belajar seluruh dan bagiannya

faktor jasmaniah dan rohaniah

sosial dan budaya, lingkungan

faktor fisik dan rohani

orang tua dan ekonomi2.Motivasi BelajarInformasi simbol cetak

nilai tambahjenis literatur

penguasaan literatur

penggunaan tanda baca

pengaruh terhadap pribadi

motivasi dan prestasi belajar

animo membaca

waktu luang dan penampilan

  1. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi adalah salah bentuk pengumpulan data angka berasal dari arsip-arsip, majalah, rapor dan bentuk catatan lainnya dan dianggap sangat penting. Metode ini berupa nilai rapor, yang telah diraih pada tahap ujian semeser ganjil, mid semester genap dan semester genap 2011/ 2012

Pencatatan nilai prestasi belajar siswa yaitu nilai ujian semester ganjil, nilai ujian mit semester genap dan nilai ujian semester genap tahun pelajaran 2011/ 2012 setelah diadakan kegiatan bimbingan belajar

D.    Teknik Analisa  Data

Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yaitu perhitungan teknik korelasi, untuk mencari hubungan bimbingan belajar yang telah diterapkan dapat ukur dengan cara membandingkan prestasi belajar siswa sebelum diberikan bimbingan belajar dengan setelah diberi bimbingan belajar tajun pelajaran 2011/ 2012.

Setelah data terkumpul maka akan di analisis dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut:

Keterangan :

X         = Skor variabel X

Y         = Skor variabel Y

X2        = Kuadrat dari skor variabel X

Y2        = Kuadrat dari skor variabel Y

XY      = Skor variabel X dikalikan dengan skor variabel Y

N         = Sampel

r           = Koefisien korelasi yang dihitung

(Hadi, 1984: 295).

DAFTAR PUSTAKA

 Arikunto, 1993. Prosedur Penelitian Suatau Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Djumhur, dan Surya, Moh. 1975. Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Guidance  & Counseling), Bandung: CV. Ilmu.

Hadi,

Moh. Uzer Usman & Lilis Setiawati, 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Prayitno & Erman Anti, 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Penerbit. Rineka Cipta.

Surya, Muhammad,. 1996. Psikologi Pembelajaran dan  Pengajaran. Jakarta: Mahaputra Adidaya.

Winkel, W.S. 1996.  Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Walgito, Bimo. 1985. Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah. Yogyakarta: Yayasan penerbit Fakultas Psikologi UGM.

Witono, H.A. 1992. Peranan Guru kelas dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar. Gema Rinjani; Media Lintas Informasi Ilmiah. Nomor 12 Tahun V (84-90).